Pernah baca Dunia Sukab ? Buku cerita hasil karya penulis idola saya : Seno Gumira Ajidharma (SGA). Disana ada satu tokoh yang menarik perhatian saya,bukan Sukab tapi si tukang cerita.Ya tukang cerita akan memulai bercerita tentang si Sukab dari kisah sepotong senja hingga sepatu !
SGA seakan akan mewujudkan diri dalam tokoh si tukang cerita. Tak selalu konsisten (seperti sastra pop sekarang yg temanya itu-itu aja) kadang getir, romantis atau penuh amarah. Toh,dalam cerita fiksi kita tak butuh konsistensi......karena karakternya adalah hak pribadi si pengarang.
Kenapa saya menyukai tokoh si tukang cerita ? Karena saya ingin menjadi tukang cerita.....
Bercerita tentang kehidupan dalam pandangan dan pemahaman saya. Dan, saya punya pendengar yang luar biasa baik , yaitu.....anak saya ! (ha ha ha)
Dari anak saya masih bayi, saya dan istri membiasakan bercerita kepadanya, ditambah juga sedari bayi (belum tahu apa-apa) sudah menonton serial Barney. Ga heran kemampuan verbal dan logikanya bagus, kosakata-nya jauh diatas usianya....contohnya : anak saya mengerti siklus air, nama-nama dinosaurus bahkan biogas dr kotoran sapi. (tentunya dalam pemahaman sederhana)
So saya pun mengembangkan hobi atau hasrat terpendam saya menjadi tukang cerita ! (ha ha ha)
Apa saja yang diceritakan ? saya dan istri sepakat bahwa nilai utama yang menjadi bekal anak adalah kepedulian sesama , kecintaan pada lingkungan dan petualangan !
Petualangan ? Ya, kami ingin anak kami melihat dunia, bahwa lingkungannya adalah dunia yang luas, dengan beraneka macam manusia, bahasa, budaya , iklim dan pemandangan indah.
So cerita saya juga bercerita dengan tema-tema itu. Dikemas dalam tokoh karakter yang ia sukai yaitu : Pooh ! Saya punya ratusan cerita (karangan sendiri) mengenai Pooh dan teman-temannya.
Mulai dari Pooh berpetualang dengan balon udara ke banyak negara, Pooh mencari hewan langka, hingga Pooh mengatasi banjir di Jakarta !! (ha ha ha)
Anak saya dengan sendirinya menyukai Pooh. Dan saya menyukai menggunakan tokoh Pooh, karena ia punya banyak teman yang berbeda-beda fisik (Pooh si beruang madu, Tiger si harimau, Rabbit kelinci, hingga Eeyore si keledai) dan masing-masing tokoh punya karakter yang berbeda ( Pigglet si penakut, Rabbit pemarah, Tiger si bersemangat tapi jail, Owl yang pintar tapi cerewet, hingga Eeyore yang skeptis)
Sangat mirip dengan kehidupan nyata kita bukan ?
Menjadi tukang cerita mau ga mau membuat saya harus kreatif, mulai dari belajar geografi, lingkungan, budaya, makanan khas sampai energi alternatif. Untungnya sekarang ada mbah Google dan Tante Wiki. Secara ga langsung menambah pengetahuan juga. (he he he)
Tantangan terbesar adalah mengarang cerita lalu menggiringnya ke arah nilai-nilai positif dan membuat anak saya paham namun dengan cara yang tetap menyenangkan !
Dan saya sangat menikmatinya!! Apalagi ketika mulut kecilnya berceloteh, ikut membuat alur cerita baru, wahhh harus putar otak untuk menyesuaikan juga.
Komentar-komentar anak saya juga membangun cerita itu, dengan pertanyaannya yang harus dijawab. Seakan-akan memaksa memacu otak saya yang lemot untuk berputar dengan rpm tinggi ! Sangat menyenangkan dan menantang !!!
Apalagi suatu ketika si anak mengingat cerita kita yang lampau, bahkan menambahkan dengan logikanya....saya merasa tersenyum puas.
Ya, perkenalkan saya adalah tukang cerita.....sekalipun tidak selevel SGA , namun hanya menjadi tukang cerita bagi anak saya. Tapi itu berkah-Nya yang luar biasa !!
Jumat, 31 Oktober 2014
Thanks God It's Friday
Hari ini hari jum'at !! artinya waktunya saya pulang..... Sekalipun jujur saya baru sadar kalo ini adalah hari jum'at ketika masuk kantor he he he....(saya pikir masih kamis) Kalo tahu jumat pasti melangkah ke kantor lebih semangat ha ha ha...
Okay so waktunya saya medesain agenda akhir minggu saya ; yaitu :
Sabtu : bangun siang, bermain sepeda bersama anak, baca cerita tidur siang (2 cerita), tidur siang, main dengan anak istri lagi, cerita malam dengan anak (3 cerita) dan tiduuuur.
Minggu : bangun siang, main lagi, cerita siang lagi, main sore dan (hiks) kembali merantau lagi.
Daftar agenda yang menyenangkan, bandingkan dengan agenda senin-jum'at !!
Dan agenda itu hanya datang 2 hari dalam seminggu, coba kalo tiap hari.....
Bagaimanapun juga, Thanks God it's friday....because tommorrow its saturday and sunday...my happiest day in a week !!
Okay so waktunya saya medesain agenda akhir minggu saya ; yaitu :
Sabtu : bangun siang, bermain sepeda bersama anak, baca cerita tidur siang (2 cerita), tidur siang, main dengan anak istri lagi, cerita malam dengan anak (3 cerita) dan tiduuuur.
Minggu : bangun siang, main lagi, cerita siang lagi, main sore dan (hiks) kembali merantau lagi.
Daftar agenda yang menyenangkan, bandingkan dengan agenda senin-jum'at !!
Dan agenda itu hanya datang 2 hari dalam seminggu, coba kalo tiap hari.....
Bagaimanapun juga, Thanks God it's friday....because tommorrow its saturday and sunday...my happiest day in a week !!
Kamis, 30 Oktober 2014
Hutang Seorang Ayah
Kemaren sore jam 18.46, whatsap dari istri membawa kabar baik : "Allen (anak kami) sudah bisa naik sepeda roda dua ! " he he buat saya luar biasa, Congratss boy !
Tapi ada rasa sedih juga, lho? Karena lagi-lagi saya tidak hadir di momment si anak !
Lagi dan lagi, dari moment merangkak, berjalan, kata2 pertama, sampai ulang tahun hampir semua saya lewatkan. Sebagai ayah saya merasa punya hutang besar, dihitung hitung dari umur Allen sampai saat ini 5 setengah tahun, saya melewatkan separuhnya dengan berada jauh dari rumah,karena alasan pekerjaan. (hadeww) Untung saya punya istri yang luar biasa ! Apalagi kami biasa tinggal jauh dari sanak saudara, jadi hanya ada istri dan anak di rumah, sementara saya berada di kota yang jauh...hebat kan mereka !
Saya sadar bahwa bekerja jauh dari rumah, adalah pilihan dengan konsekuensi pahit. Sering muncul pertanyaan : Sampai kapan? Padahal karir bukan hal segala-galanya. Suatu saat, saya akan memilih pilihan lainnya sebagai penebusan hutang. Sekalipun tak akan terbayar lunas tapi setidaknya itu membahagiakan semua.
Bagaimana dengan anda? Apakah anda termasuk yang bisa setiap hari bertemu keluarga? Menurut saya anda adalah seseorang yang sangat beruntung !!
So please, sekalipun badan lelah karena habis bekerja, syukuri dan nikmatilah setiap moment anda berada di rumah. Karena menghitung eternit kost sepulang kerja bukan kegiatan yang menarik. (saya sudah buktikan itu ! ha ha ha)
Tapi ada rasa sedih juga, lho? Karena lagi-lagi saya tidak hadir di momment si anak !
Lagi dan lagi, dari moment merangkak, berjalan, kata2 pertama, sampai ulang tahun hampir semua saya lewatkan. Sebagai ayah saya merasa punya hutang besar, dihitung hitung dari umur Allen sampai saat ini 5 setengah tahun, saya melewatkan separuhnya dengan berada jauh dari rumah,karena alasan pekerjaan. (hadeww) Untung saya punya istri yang luar biasa ! Apalagi kami biasa tinggal jauh dari sanak saudara, jadi hanya ada istri dan anak di rumah, sementara saya berada di kota yang jauh...hebat kan mereka !
Saya sadar bahwa bekerja jauh dari rumah, adalah pilihan dengan konsekuensi pahit. Sering muncul pertanyaan : Sampai kapan? Padahal karir bukan hal segala-galanya. Suatu saat, saya akan memilih pilihan lainnya sebagai penebusan hutang. Sekalipun tak akan terbayar lunas tapi setidaknya itu membahagiakan semua.
Bagaimana dengan anda? Apakah anda termasuk yang bisa setiap hari bertemu keluarga? Menurut saya anda adalah seseorang yang sangat beruntung !!
So please, sekalipun badan lelah karena habis bekerja, syukuri dan nikmatilah setiap moment anda berada di rumah. Karena menghitung eternit kost sepulang kerja bukan kegiatan yang menarik. (saya sudah buktikan itu ! ha ha ha)
Rabu, 29 Oktober 2014
Suksesi
Suksesi alias pergantian kekuasaan, adalah hal biasa di organisasi. Hari ini perusahaan tempat saya mencari nafkah berganti pucuk pimpinan. Dan karena kadar kepo pekerja yang juga tinggi, maka dari kemarin sudah bertebaran gosip, isu dan sejenisnya.(termasuk saya hahay).
Mungkin saja ke-kepo an ini karena faktor HHC (harap-harap cemas) atau ketakutan. Jujur saja kami terlalu bergantung pada figur pemimpin lama yang memang kontroversial sejagad negara ini. Sebelum si Mandor pergipun sebenarnya terdengar juga ketakutan, bahkan seorang senior meramalkan kehancuran....hiii sereem.
Tapi please deh, logika saja ; yang kerja kan bukan big bos saja, tapi semua. Organisasi dibangun oleh kerja kolektif anggotanya. Selama semua orang paham , melaksanakan tupoksi-nya dan mau berinovasi, organisasi tetap bergulir dan akan berkembang. Jadi intinya siapapun pimpinannya, kalo anak buah kerja bener it's okay.
So, buat Mandor selamat jalan dan terimakasih, buat Bos Baru : welcome. Buat kaum skeptis : oooii kerja aja yang bener....he he he...peace !!
Mungkin saja ke-kepo an ini karena faktor HHC (harap-harap cemas) atau ketakutan. Jujur saja kami terlalu bergantung pada figur pemimpin lama yang memang kontroversial sejagad negara ini. Sebelum si Mandor pergipun sebenarnya terdengar juga ketakutan, bahkan seorang senior meramalkan kehancuran....hiii sereem.
Tapi please deh, logika saja ; yang kerja kan bukan big bos saja, tapi semua. Organisasi dibangun oleh kerja kolektif anggotanya. Selama semua orang paham , melaksanakan tupoksi-nya dan mau berinovasi, organisasi tetap bergulir dan akan berkembang. Jadi intinya siapapun pimpinannya, kalo anak buah kerja bener it's okay.
So, buat Mandor selamat jalan dan terimakasih, buat Bos Baru : welcome. Buat kaum skeptis : oooii kerja aja yang bener....he he he...peace !!
Senin, 20 Oktober 2014
Senin Pahing 20 Oktober 2014
Akhirnya setelah 69 tahun Indonesia merdeka, negara ini mempunyai presiden asli rakyat Indonesia. Bukan Jendral, bukan trah bangsawan bukan pula saudagar kaya raya, bukan pula hasil didikan barat, hanya orang biasa !
Buat saya ini luar biasa, karena melambangkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat atas negerinya sendiri. Rakyat termasuk saya memiliki harapan agar beliau tetap sederhana, tetap membumi dan tidak tergoda untuk mimpi yang muluk-muluk. Kami harap beliau hanya bekerja sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak lebih. Kami tidak perlu negara ini menjadi penguasa bahkan di tingkat Asia sekalipun, hanya perlu jadi penguasa atas negeri sendiri termasuk penguasa atas segala kekayaan alamnya.
Karena dengan kesejahteraan rakyat maka segala hal yang muluk-muluk itu akan menjadi mudah dengan sendirinya.
Karena dengan berdaulat atas kekayaan alamnya maka negara ini akan menjadi kuat perkasa.
Cukup dimulai dengan sesuatu yang sederhana namun bermakna.
Selamat bertugas Sang Presiden Rakyat !
Buat saya ini luar biasa, karena melambangkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat atas negerinya sendiri. Rakyat termasuk saya memiliki harapan agar beliau tetap sederhana, tetap membumi dan tidak tergoda untuk mimpi yang muluk-muluk. Kami harap beliau hanya bekerja sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak lebih. Kami tidak perlu negara ini menjadi penguasa bahkan di tingkat Asia sekalipun, hanya perlu jadi penguasa atas negeri sendiri termasuk penguasa atas segala kekayaan alamnya.
Karena dengan kesejahteraan rakyat maka segala hal yang muluk-muluk itu akan menjadi mudah dengan sendirinya.
Karena dengan berdaulat atas kekayaan alamnya maka negara ini akan menjadi kuat perkasa.
Cukup dimulai dengan sesuatu yang sederhana namun bermakna.
Selamat bertugas Sang Presiden Rakyat !
Sabtu, 18 Oktober 2014
Tempe Mondhol de Brasillia
Suatu saat, saya pernah numpang makan di sebuah hotel
terkenal. (numpang istilahnya karena
suatu acara workshop ha ha ha....) Jajaran buffet dipisahkan antara
Indonesian Cuisine dan International Cuisine (kayae gitu istilahnya) Antrian di hidangan yang katanya
internasional panjang bukan kepalang. So, berhubung cacing-cacing perut sudah
bernyanyi dengan irama death metal,
mau ga mau saya mengambil makanan selera lokal. Dan menu favorit yang terpilih
adalah tempe goreng (?)
Yups, tempe goreng adalah toplist makanan buat saya, terutama
tempe mondhol ! Baru denger? Tempe mondhol adalah istilah di daerah Banyumas
sana untuk tempe yang belum jadi. Butiran kedelainya belum sepenuhnya ditutupi
oleh jamur ragi tempe. Biasanya para maestro produsen tempe membuatnya untuk dijual esok hari. Tapi
berhubung tidak sabar ya di gorenk juga.
Karena butiran kedelai belum sepenuhnya ditutupi oleh
jaringan jamur maka ketika digoreng para kedelai akan berlarian kesana kemari. Ibarat pepatah :
berjamur kita bersatu, belum jamuran kita bercerai (ha ha ha) tapi ini yang membuat sensasi tempe mondhol luar biasa !!
Tempe memiliki nilai gizi luar biasa kata para ahli, jamur
tempe alias Rhizopus Oligosporus bisa
menciptakan enzim fitaze yang akan
memecah zat gizi dalam kedelai untuk mudah diolah oleh tubuh manusia.
So, hari ini (sambil
menikmati weekend) saya sangat bersemangat untuk mencari tempe mondhol di
kota Madiun dan ketemu....istilahnya disini tempe bakal....apapun itu Thanks God...
Akhirnya menu siang sore dan malam adalah tempe mondhol.
Cukup bumbu bawang dan digoreng dengan
cinta oleh sang istri, maka rasanya sangat menggoncang dunia (dunia saya he he).
Sayangnya para maestro seniman tempe di Indonesia banyak
yang gulung tikar, sehingga mungkin makanan yang indonesia bangets favorit saya
bisa jadi akan jadi barang langka. Mengapa? Karena ternyata mayoritas (hampir
70%) kedelai kita adalah impor !! Impor dari Brasil dan rekan-rekanny di
Amerika Selatan sana. Mungkin saja tempe yang baru saja saya lahap juga berasal
dari Brasil (mungkin itu sebabnya ada
sensasi goyang samba dimulut saya).
Bahkan untuk makanan saja kita harus impor, padahal katanya
tanah Indonesia sangat subur sampai KoesPlus menyanyikan-nya. Tapi ini memberi
saya ide, karena yg saya lahap berarti adalah makanan internasional !!! (bangganyaaaa ) Lebih hebat dari junkfood
Amrik punya, ga kalah dengan makanan Eropa atau Jepang......luaaarrrrr biasa.
So, buat para pemilik hotel dan restoran sedunia, tolong segera
pindahkan tempe dari buffet
Indonesian menjadi Internasional karena ia bukan milik kita lagi.
Jumat, 17 Oktober 2014
Kepo
Sebagai generasi setengah jadul, saya termasuk baru saja tahu mengenai istilah "kepo". Menurut kamusslang.com kepo adalah singkatan dari Knowing Every Particular Objects (he he he duh senengnya bisa tau). Alias digunakan untuk orang yang sangat ingin tahu tentang segala hal di sekitarnya. Saya ga tau soal tatabahasa inggrisnya bener ato ga....maklum bukan JS Badudu-nya bahasa Inggris.
Sifat ingin tahu sudah jadi bawaan setiap makhluk hidup, apalagi manusia, terlebih-lebih lagi manusia Indonesia. (ha ha ha mulai deh). Buktinya ?
Satu, hampir semua saluran channel tv nasional ada acara infotainment yang ratingny juga tinggi.
Dua, Indonesia meemiliki traffic sosmed tertinggi di dunia, pengguna facebook terbesar dan berapa kali isu nasional jadi trending topic di Twitter.(hadeww padahal please deh belum tentu orang sedunia mo tahu soal Indonesia).
Tiga, gosip adalah sesuatu yang mudah tersebar, lebih cepat menyebar daripada api di lahan gambut saat kemarau atau malah lebih cepat dari penyebaran virus ebola.
Dan hari ini, terbukti parah kepo-nya kita.....
Hari ini adalah hari bahagia salah seorang selebriti (ga usah disebutin namanya wong udah terkenal) dia eh mereka menikah, dan disiarkan salah satu tv nasional ! (kurang acara kali).
Ini hal yang ga penting (kecuali buat si mempelai) tapi herannya menarik perhatian yang nonton acaranya seabreg (kalo saya sih mending siaran langsung malam pertama...ha ha ha.. ga mungkin)
Mungkin yang lebih kurang acara adalah penontonnya (?!), mereka menonton dengan penuh ekspresif plus koment ajaib. Mulai dari panggung, pakaian sampai kata-kata. Seakan-akan para penonton membayangkan dirinya menjadi si mempelai... (lebaaaay).
Tapi ya memang keberuntungan si artis, sudah nikah disiarin pula (kan hak siarnya bisa dikomersialkan). Btw, selamat deh buat yang menikah semoga langgeng, buat para penonton acaranya...selamat bermimpi .....ha ha ha ha......
Sifat ingin tahu sudah jadi bawaan setiap makhluk hidup, apalagi manusia, terlebih-lebih lagi manusia Indonesia. (ha ha ha mulai deh). Buktinya ?
Satu, hampir semua saluran channel tv nasional ada acara infotainment yang ratingny juga tinggi.
Dua, Indonesia meemiliki traffic sosmed tertinggi di dunia, pengguna facebook terbesar dan berapa kali isu nasional jadi trending topic di Twitter.(hadeww padahal please deh belum tentu orang sedunia mo tahu soal Indonesia).
Tiga, gosip adalah sesuatu yang mudah tersebar, lebih cepat menyebar daripada api di lahan gambut saat kemarau atau malah lebih cepat dari penyebaran virus ebola.
Dan hari ini, terbukti parah kepo-nya kita.....
Hari ini adalah hari bahagia salah seorang selebriti (ga usah disebutin namanya wong udah terkenal) dia eh mereka menikah, dan disiarkan salah satu tv nasional ! (kurang acara kali).
Ini hal yang ga penting (kecuali buat si mempelai) tapi herannya menarik perhatian yang nonton acaranya seabreg (kalo saya sih mending siaran langsung malam pertama...ha ha ha.. ga mungkin)
Mungkin yang lebih kurang acara adalah penontonnya (?!), mereka menonton dengan penuh ekspresif plus koment ajaib. Mulai dari panggung, pakaian sampai kata-kata. Seakan-akan para penonton membayangkan dirinya menjadi si mempelai... (lebaaaay).
Tapi ya memang keberuntungan si artis, sudah nikah disiarin pula (kan hak siarnya bisa dikomersialkan). Btw, selamat deh buat yang menikah semoga langgeng, buat para penonton acaranya...selamat bermimpi .....ha ha ha ha......
Pendidikan
Seorang kawan yang bekerja di bagian HR sebuah MNC mengeluh mengenai susahnya mencari talent yang mampu memenuhi standar perusahaannya. dari sekian kali proses rekrut hanya menghasilkan segelintir yang lolos dan itupun akan berguguran ketika menjalani training. Dia menyalahkan sistem pendidikan Indonesia yang sudah melenceng dari esensinya. Output yang dihasilkan hanya "bagus diatas kertas" masih jauh dari yang diharapkan.
Hadeww saya merasa tersinggung juga,maklum rekan satu ini punya background lulusan "internasional" alias bukan produk sekolah dalam negeri seperti saya. Karena malu bertanya pada rekan satu ini saya pun bertanya pada mbah google, mengenai apa sih pendidikan itu. Dan muncullah satu istilah : pedagogi ; yang merujuk pada kegiatan belajar, pembelajaran dan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar tsb.
Pencarian selanjutnya adalah proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Menurut Bloom (1956) kawasan manusia belajar ada tiga domain yaitu : Kognitif; berkaitan pengetahuan dan keterampilan intelektual, Afektif ; berkaitan aspek perasaan dan emosi, terakhir Psikomotorik ; berkaitan kemampuan atau keterampilan fisik. Jadi kasarnya pendidikan untuk kepala, hati dan tangan. Saya kok jadi teringat konsep tridaya atau konsep Ki Hajar Dewantara mengenai Cipta Rasa dan Karsa. (Mirip sepertinya, padahal jauh lebih tua konsep Ki Hajar Dewantara)
Lalu hubunganny dengan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ? Menurut wejangan Simbah Google dari berbagai sumber, pendidikan Indonesia lebih banyak menekankan mengenai aspek kognitif. Yang penting si murid menguasai materi yang diberikan. Aplikasi dan implikasi dari ilmu tidaklah menjadi prioritas. Karena KPI guru sangat bergantung dari hasil akhir ujian si murid (kasian para guru)
Bertolak belakang dengan pendidikan di negara lain, di Jepang faktor afeksi memiliki penekanan yang kuat, buktinya bahwa sejak kecil anak diajarkan untuk ber empati, nilai utama adalah tanggungjawab sosial, apa yang kita lakukan akan berpengaruh pada orang lain. Ga heran mereka sangat menghormati hak orang lain, (etika sosial), bagaimana dengan disini?
Di beberapa negara eropa usia taman kanak-kanak pelajaran calistung alias baca tulis hitung diperkenalkan bukan diwajibkan. Aspek terpenting pada pendidikan mula adalah psikomotorik dasar, afeksi dasar (etika sosial/lingkungan) dan cara berfikir/logika dasar. Di Indonesia, kurikulum Taman Kanak-kanak menwajibkan lulusannya untuk bisa membaca, menulis dan berhitung dasar. Luar biasa maju bukan (?!) Tapi kok hasil akhirnya ga qualified ya?
Saya teringat waktu SD saya pernah bertanya pada bu guru mengenai mengapa harus belajar matematika ? Karena wajib dan biar dapat nilai bagus. Dan sejak saat itu saya tidak suka matematika. (ha ha ha ga nyambung..) .
Sesuai wejangan Simbah Google saya pun mencari mengenai daftar kurikulum Indonesia sampai tingkat SMU, itu luar biasa buanyak..... Masalahnya berapa banyak yang kita gunakan saat bekerja, hanya sedikit. Sejuta rumus yang dihapalkan (yang lupa sejuta satu) dari SD sampai SMU hanya segelintir yang termanfaatkan.
Dihapalkan? ya ini dia salahnya, sedari SD kita (kita? saya aja kalee) dibiasakan untuk mengingat rumus tanpa mengetahui logika dasar dari rumus itu. Secara ga sadar ini mengebiri logika berfikir para murid. Tapi toh nilainya akan tetap bagus karena sebelum UN para murid akan dibombardir dengan sejuta tryout dan saat ujian kita akan ingat karena sudah tercuci otaknya oleh kebiasaan mengerjakan soal-soal itu. Setelah ujian lupa....
Faktor dominan kesalahan kedua adalah, berkaitan afeksi atau pembentukan karakter. Pendekatan mengenai pendidikan karakter lebih ditekankan pada agama. (Weits....sorry sensitif ini). Pernah dengar waktu hebohnya kegiatan mencontek masal waktu UAN ? Yang ditekankan oleh para pendidik agar juniornya tidak mengulangi lagi adalah kampanye "bahwa mencontek itu dosa". Pernah ga terpikirkan bahwa para murid mencontek berjamaah lebih karena stress atas tekanan ketidaklulusan? Kalo dosa, toh minta ampun kan masih bisa, karena Ia Maha Pengampun.
Agama berkaitan dengan dogma yang tidak bisa terbantahkan. Sementara yang diperlukan untuk pendekatan afeksi ini adalah bukan memposisikan secara vertikal dengan Tuhan, tapi dengan sesama baik manusia atau lingkungan. Akhirnya lagi-lagi yang ada adalah cuci otak, tanpa ada pemahaman. Produk dari pendekatan seperti ini terlihat sekarang; tawuran , vandalisme, narkoba bahkan korupsi .
Jadi logika bodoh saya seperti ini; ketika seseorang memiliki pola pikir bahwa ia adalah bagian dari suatu kehidupan, dia akan bersikap menghormati kehidupan di sekitarnya. Sikap menghormati muncul karena faktor kebutuhan bahwa ia juga membutuhkan lingkungannya karena faktor emosi (cinta) , lebih sederhana dan bermakna bukan?
Pada akhirnya, saya terpaksa setuju dengan rekan saya itu, memang saya termasuk produk cacat sistem pendidikan yang takabur. Tapi setidaknya saya ingin memperbaiki diri. Semoga.
Salam.
Hadeww saya merasa tersinggung juga,maklum rekan satu ini punya background lulusan "internasional" alias bukan produk sekolah dalam negeri seperti saya. Karena malu bertanya pada rekan satu ini saya pun bertanya pada mbah google, mengenai apa sih pendidikan itu. Dan muncullah satu istilah : pedagogi ; yang merujuk pada kegiatan belajar, pembelajaran dan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar tsb.
Pencarian selanjutnya adalah proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Menurut Bloom (1956) kawasan manusia belajar ada tiga domain yaitu : Kognitif; berkaitan pengetahuan dan keterampilan intelektual, Afektif ; berkaitan aspek perasaan dan emosi, terakhir Psikomotorik ; berkaitan kemampuan atau keterampilan fisik. Jadi kasarnya pendidikan untuk kepala, hati dan tangan. Saya kok jadi teringat konsep tridaya atau konsep Ki Hajar Dewantara mengenai Cipta Rasa dan Karsa. (Mirip sepertinya, padahal jauh lebih tua konsep Ki Hajar Dewantara)
Lalu hubunganny dengan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ? Menurut wejangan Simbah Google dari berbagai sumber, pendidikan Indonesia lebih banyak menekankan mengenai aspek kognitif. Yang penting si murid menguasai materi yang diberikan. Aplikasi dan implikasi dari ilmu tidaklah menjadi prioritas. Karena KPI guru sangat bergantung dari hasil akhir ujian si murid (kasian para guru)
Bertolak belakang dengan pendidikan di negara lain, di Jepang faktor afeksi memiliki penekanan yang kuat, buktinya bahwa sejak kecil anak diajarkan untuk ber empati, nilai utama adalah tanggungjawab sosial, apa yang kita lakukan akan berpengaruh pada orang lain. Ga heran mereka sangat menghormati hak orang lain, (etika sosial), bagaimana dengan disini?
Di beberapa negara eropa usia taman kanak-kanak pelajaran calistung alias baca tulis hitung diperkenalkan bukan diwajibkan. Aspek terpenting pada pendidikan mula adalah psikomotorik dasar, afeksi dasar (etika sosial/lingkungan) dan cara berfikir/logika dasar. Di Indonesia, kurikulum Taman Kanak-kanak menwajibkan lulusannya untuk bisa membaca, menulis dan berhitung dasar. Luar biasa maju bukan (?!) Tapi kok hasil akhirnya ga qualified ya?
Saya teringat waktu SD saya pernah bertanya pada bu guru mengenai mengapa harus belajar matematika ? Karena wajib dan biar dapat nilai bagus. Dan sejak saat itu saya tidak suka matematika. (ha ha ha ga nyambung..) .
Sesuai wejangan Simbah Google saya pun mencari mengenai daftar kurikulum Indonesia sampai tingkat SMU, itu luar biasa buanyak..... Masalahnya berapa banyak yang kita gunakan saat bekerja, hanya sedikit. Sejuta rumus yang dihapalkan (yang lupa sejuta satu) dari SD sampai SMU hanya segelintir yang termanfaatkan.
Dihapalkan? ya ini dia salahnya, sedari SD kita (kita? saya aja kalee) dibiasakan untuk mengingat rumus tanpa mengetahui logika dasar dari rumus itu. Secara ga sadar ini mengebiri logika berfikir para murid. Tapi toh nilainya akan tetap bagus karena sebelum UN para murid akan dibombardir dengan sejuta tryout dan saat ujian kita akan ingat karena sudah tercuci otaknya oleh kebiasaan mengerjakan soal-soal itu. Setelah ujian lupa....
Faktor dominan kesalahan kedua adalah, berkaitan afeksi atau pembentukan karakter. Pendekatan mengenai pendidikan karakter lebih ditekankan pada agama. (Weits....sorry sensitif ini). Pernah dengar waktu hebohnya kegiatan mencontek masal waktu UAN ? Yang ditekankan oleh para pendidik agar juniornya tidak mengulangi lagi adalah kampanye "bahwa mencontek itu dosa". Pernah ga terpikirkan bahwa para murid mencontek berjamaah lebih karena stress atas tekanan ketidaklulusan? Kalo dosa, toh minta ampun kan masih bisa, karena Ia Maha Pengampun.
Agama berkaitan dengan dogma yang tidak bisa terbantahkan. Sementara yang diperlukan untuk pendekatan afeksi ini adalah bukan memposisikan secara vertikal dengan Tuhan, tapi dengan sesama baik manusia atau lingkungan. Akhirnya lagi-lagi yang ada adalah cuci otak, tanpa ada pemahaman. Produk dari pendekatan seperti ini terlihat sekarang; tawuran , vandalisme, narkoba bahkan korupsi .
Jadi logika bodoh saya seperti ini; ketika seseorang memiliki pola pikir bahwa ia adalah bagian dari suatu kehidupan, dia akan bersikap menghormati kehidupan di sekitarnya. Sikap menghormati muncul karena faktor kebutuhan bahwa ia juga membutuhkan lingkungannya karena faktor emosi (cinta) , lebih sederhana dan bermakna bukan?
Pada akhirnya, saya terpaksa setuju dengan rekan saya itu, memang saya termasuk produk cacat sistem pendidikan yang takabur. Tapi setidaknya saya ingin memperbaiki diri. Semoga.
Salam.
Rabu, 15 Oktober 2014
Sandal Jepit vs Sepatu
Alas kaki sudah menjadi kebutuhan pokok, sudah sepantasnya dimasukkan dalam daftar bahan pokok, bahkan sepertinya para buruh sudah mendaftarkannya (termasuk standard merk) dalam list panjang mengenai standard kehidupan layak.
Setiap pagi pernahkah kita memperhatikan alas kaki orang lain? Coba deh, sambil bergelantungan di bis atau commuterline atau sambil berjalan kaki perhatikan alas kaki orang lain. Saya sudah mencobanya, hasilnya ? Apakah alas kaki menentukan kepribadian? Ga tau sih...saya lebih ingin melihat dasar logika pemilihan alas kaki oleh seseorang.
Pertama, seorang yang mayoritas bekerja di outdoor akan memilih alas kaki yang berkesan tangguh, safety shoes mungkin.
Kedua yang hanya menggunakannya untuk menyusuri koridor lantai perkantoran cenderung alas kaki yang biasa-biasa saja, dan tidak sungkan-sungkan bermerk mahal hingga angka belasan juta, toh mereka tak perlu khawatir akan tergerus atau tercemari kotoran dan debu.
Ketiga anak muda, mungkin anak kuliahan atau sekolahan, sepatu olah raga buat mereka nyaman, untuk berlari mengejar kelambatan masuk kelas dosen atau guru killer :)
Keempat pekerja di lahan basah, misal pasar yang becek (memperhalus anjuran pemerintah mengenai istilah pekerja sektor informal) lebih memilih sendal jepit, fleksibel , kuat karena terbuat dari kulit asli (?!)
Akhirnya saya sampai di kantor, mulailah rutinitas seperti biasa, setelah menyalakan laptop, menghirup kopi dan ...melepas sepatu (What ?) Ya, saya baru sadar bahwa salah satu kebiasaan saya di kantor terutama di kotak kerja saya adalah tanpa alas kaki ! Bahkan di kolong meja sudah menanti sepasang sendal jepit, sebagai pemain cadangan untuk sekedar berjalan ke sekitar.
Bahkan saya perhatikan hampir semua rekan seperti itu, kecuali untuk meeting atau bertemu klien atau menghadap bos. Kami para pekerja kantoran (entah sadar atau tidak) melakukan hal yang sama !
Mengapa? saya coba bertanya pada rekan kerja, jawaban mayoritas sensus kecil saya adalah : karena nyaman!
Nyaman? Okay, saya kembali ke logika pemilihan alas kaki tadi. dan muncullah sejumlah kesimpulan menurut pikiran dangkal saya :
Satu, saya membutuhkan sedikit kenyamanan di antara ketidaknyamanan. Maksudnya diantara tekanan pekerjaan, saya (masih) merasakan kemerdekaan di kaki.
Dua, refleksi kepribadian, bahwa saya tidak lebih berbeda dibanding rekan-rekan di sektor informal, (?!) Di antara belantara gedung dan pekerjaan di kantor yang nyaman ber ac dan berlantai mengkilap, dengan sepatu berharga diluar akal....toh saya kembali ke hakikat saya....bahwa sendal jepit adalah yang terbaik untuk kaki saya ......(ha ha ha)......
Setiap pagi pernahkah kita memperhatikan alas kaki orang lain? Coba deh, sambil bergelantungan di bis atau commuterline atau sambil berjalan kaki perhatikan alas kaki orang lain. Saya sudah mencobanya, hasilnya ? Apakah alas kaki menentukan kepribadian? Ga tau sih...saya lebih ingin melihat dasar logika pemilihan alas kaki oleh seseorang.
Pertama, seorang yang mayoritas bekerja di outdoor akan memilih alas kaki yang berkesan tangguh, safety shoes mungkin.
Kedua yang hanya menggunakannya untuk menyusuri koridor lantai perkantoran cenderung alas kaki yang biasa-biasa saja, dan tidak sungkan-sungkan bermerk mahal hingga angka belasan juta, toh mereka tak perlu khawatir akan tergerus atau tercemari kotoran dan debu.
Ketiga anak muda, mungkin anak kuliahan atau sekolahan, sepatu olah raga buat mereka nyaman, untuk berlari mengejar kelambatan masuk kelas dosen atau guru killer :)
Keempat pekerja di lahan basah, misal pasar yang becek (memperhalus anjuran pemerintah mengenai istilah pekerja sektor informal) lebih memilih sendal jepit, fleksibel , kuat karena terbuat dari kulit asli (?!)
Akhirnya saya sampai di kantor, mulailah rutinitas seperti biasa, setelah menyalakan laptop, menghirup kopi dan ...melepas sepatu (What ?) Ya, saya baru sadar bahwa salah satu kebiasaan saya di kantor terutama di kotak kerja saya adalah tanpa alas kaki ! Bahkan di kolong meja sudah menanti sepasang sendal jepit, sebagai pemain cadangan untuk sekedar berjalan ke sekitar.
Bahkan saya perhatikan hampir semua rekan seperti itu, kecuali untuk meeting atau bertemu klien atau menghadap bos. Kami para pekerja kantoran (entah sadar atau tidak) melakukan hal yang sama !
Mengapa? saya coba bertanya pada rekan kerja, jawaban mayoritas sensus kecil saya adalah : karena nyaman!
Nyaman? Okay, saya kembali ke logika pemilihan alas kaki tadi. dan muncullah sejumlah kesimpulan menurut pikiran dangkal saya :
Satu, saya membutuhkan sedikit kenyamanan di antara ketidaknyamanan. Maksudnya diantara tekanan pekerjaan, saya (masih) merasakan kemerdekaan di kaki.
Dua, refleksi kepribadian, bahwa saya tidak lebih berbeda dibanding rekan-rekan di sektor informal, (?!) Di antara belantara gedung dan pekerjaan di kantor yang nyaman ber ac dan berlantai mengkilap, dengan sepatu berharga diluar akal....toh saya kembali ke hakikat saya....bahwa sendal jepit adalah yang terbaik untuk kaki saya ......(ha ha ha)......
Senin, 13 Oktober 2014
Anakmu Bukan Milikmu
Sebagai pelaku PJKA alias Pulang Jumat Kembali Ahad, minggu malam sambil menunggu kereta adalah sebuah moment buat saya. Moment berat meninggalkan anak dan istri tercinta, moment untuk meyakinkan diri bahwa yang dilakukan dengan jauh dari keluarga memang pantas, mangsudnya bahwa memang ini suatu kewajiban sebagai kepala keluarga.....hadeww...
Sayangnya moment saya terganggu mendengar amarah seorang ibu yang duduk tidak jauh dari tempat duduk saya kepada anaknya. Suaranya keras mengalahkan pengeras suara stasiun.....seakan2 ibu ini ingin semua telinga mendengar, termasuk telinga saya mau ga mau ikut menguping (namany juga kuping).
Ibu itu memarahi anaknya karena mengompol, usia anakny lebih kurang 3 tahun....(wajarlah masih ngompol menurut saya). Amarahnya meledak-ledak, mengalahkan suara tangis si anak. Si Bapak menghampiri si Ibu dan berusaha menenangkan istrinya; "malu bu diliat orang" kata si Bapak. Tapi amarah si Ibu malah meledak "biar semua orang tau, kalo anak ini suka ngompol !!!" Si anak menangis keras dan matanya yang berlinang menatap saya.....seakan-akan anak itu minta tolong....(jleb moment)
Ga tahan dengan tatapan si anak, saya beringsut menjauh, menunduk menyesal dan ingin minta maaf pada si anak. Saya pindah ke bangku di sudut stasiun sambil merenung. Saya ingat beberapa kejadian ketika memarahi anak saya (yang sering saya sesali sampai sekarang). Saat emosi meledak, bahkan tangis anak malah menambah tekanan darah meluap jauh diatas kepala.
Luar biasaya setelah amarah kita berlalu, dan rasa sesal mulai muncul, maka si anak akan kembali tersenyum seakan tak punya dendam. Tawa dan senyum malaikatnya membuat saya seakan jatuh ke dalam lubang penyesalan yang sangat dalam. Merasa tak pantas dan hina (lebay !)
Tapi itu benar saya rasakan. Dan itu yang memotivasi kita untuk jadi orang tua yang lebih baik. Saya tidak ingin menghakimi si Ibu tadi, sekalipun dia bukan hanya memarahi si anak tapi juga merenggut harga diri si anak (ups.. sorry bu).
Saya pun teringat satu sajak Khalil Gibran :
Sang Maha Hidup hanya menitipkan si anak pada kita, menitipkan...tidak lebih.
Dan kita membesarkan dia sebagaimana Sang Maha Hidup inginkan. Menjadi sebuah pribadi menjadi manusia seutuhnya.
Bukan hak kita membelenggunya dan menghinanya karena ia adalah titipan Sang Ilahi. Kita adalah sang busur yang memberi wadah kehidupan dalam bentuk jasmani dan kasih sayang.
Bukan untuk membentuknya seperti mau kita, hanya mengajarkan mana baik dan mana buruk.
Tidak mudah untuk menjadi orangtua, tapi itu indah.
Sejuta maaf untuk anakku, tumbuhlah sebagaimana keinginan-Nya. dan terimakasih karena telah mengajarkan kami menjadi orang tua. Amin.
Salam.
Sayangnya moment saya terganggu mendengar amarah seorang ibu yang duduk tidak jauh dari tempat duduk saya kepada anaknya. Suaranya keras mengalahkan pengeras suara stasiun.....seakan2 ibu ini ingin semua telinga mendengar, termasuk telinga saya mau ga mau ikut menguping (namany juga kuping).
Ibu itu memarahi anaknya karena mengompol, usia anakny lebih kurang 3 tahun....(wajarlah masih ngompol menurut saya). Amarahnya meledak-ledak, mengalahkan suara tangis si anak. Si Bapak menghampiri si Ibu dan berusaha menenangkan istrinya; "malu bu diliat orang" kata si Bapak. Tapi amarah si Ibu malah meledak "biar semua orang tau, kalo anak ini suka ngompol !!!" Si anak menangis keras dan matanya yang berlinang menatap saya.....seakan-akan anak itu minta tolong....(jleb moment)
Ga tahan dengan tatapan si anak, saya beringsut menjauh, menunduk menyesal dan ingin minta maaf pada si anak. Saya pindah ke bangku di sudut stasiun sambil merenung. Saya ingat beberapa kejadian ketika memarahi anak saya (yang sering saya sesali sampai sekarang). Saat emosi meledak, bahkan tangis anak malah menambah tekanan darah meluap jauh diatas kepala.
Luar biasaya setelah amarah kita berlalu, dan rasa sesal mulai muncul, maka si anak akan kembali tersenyum seakan tak punya dendam. Tawa dan senyum malaikatnya membuat saya seakan jatuh ke dalam lubang penyesalan yang sangat dalam. Merasa tak pantas dan hina (lebay !)
Tapi itu benar saya rasakan. Dan itu yang memotivasi kita untuk jadi orang tua yang lebih baik. Saya tidak ingin menghakimi si Ibu tadi, sekalipun dia bukan hanya memarahi si anak tapi juga merenggut harga diri si anak (ups.. sorry bu).
Saya pun teringat satu sajak Khalil Gibran :
Anakmu
bukan milikmu
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.
Sang Maha Hidup hanya menitipkan si anak pada kita, menitipkan...tidak lebih.
Dan kita membesarkan dia sebagaimana Sang Maha Hidup inginkan. Menjadi sebuah pribadi menjadi manusia seutuhnya.
Bukan hak kita membelenggunya dan menghinanya karena ia adalah titipan Sang Ilahi. Kita adalah sang busur yang memberi wadah kehidupan dalam bentuk jasmani dan kasih sayang.
Bukan untuk membentuknya seperti mau kita, hanya mengajarkan mana baik dan mana buruk.
Tidak mudah untuk menjadi orangtua, tapi itu indah.
Sejuta maaf untuk anakku, tumbuhlah sebagaimana keinginan-Nya. dan terimakasih karena telah mengajarkan kami menjadi orang tua. Amin.
Salam.
Jumat, 10 Oktober 2014
Peduli
Hingar bingar politik akhir-akhir ini membuat saya jenuh karena semakin lama kok semakin aneh dan ga masuk diakal sehat. Ya sudahlah, mungkin isitilah "politik itu kejam" benar2 dihayati mereka he he he....
So, stop sementara bicara politik di negeri ini. Kita bicara yang lebih sederhana....mengenai ke-peduli-an. Awalnya dr celutukan diskusi makan siang di kantor, mengenai tenggangrasa dan kepedulian sosial. Eits...kepedulian sosial? kayae pernah dengar.. So saya bertanya pada mbah Google dan muncullah ; menurut Adler 1927, "kepedulian soaial adalah kondisi alamiah spesies manusia dan perangkat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama; sikap keterhubungan dan empati bagi setiap anggota komunitas manusia" Hmmm....ok deh.
Menurut kawan saya, manusia Indonesia sangat rendah nilai kepedulian sosial nya. Lho? Kok bisa? Dia memberi contoh ketika kita menyeberang jalan, (sekalipun di lokasi penyebrangan resmi alias JPO), berapa persen pengguna jalan yang mau mengalah ? kecuali kita memprovokasi duluan dengan maju sedikit demi sedikit. Ok, saya setuju. Bagaimana jika lokasi penyebrangan dengan Traffic Light atau istilahnya Pelican Crossing, (macam yang ada di Surabaya) ? Paling juga takutny kalo ada polisi....he he bener juga.
Contoh lain, katanya berapi-api, sampai lupa dengan menu maksinya. Di traffic light, lampu kuning artinya hati-hati, yang dari jaman kita anak kecil udah tau. Tp sekarang lampu kuning berarti kita harus menekan pedal gas lebih dalam.... Mungkin karena kita sudah jd orang sibuk yang pake prinsip time is money...... Padahal bisa saja ada pejalan kaki menyeberang atau ambulance yg sedang terburu-buru berlari menyelamatkan nyawa pasien...(pengen sekalian numpang kali)
Bahkan katanya, ketidakpedulian sosial sudah menggurita, sampai-sampai ke pemerintahan. Lihat aja fasilitas umum seperti trotoar, lampu jalan, halte, banyak yang ga keurus, padahal bisa aja lubang trotoar mencelakakan, (ga mematikan sih). Minimal kecemplung di got adalah malu....belum resiko bau atau terluka. Oke deh...lagi-lagi saya setuju dengan kawan ini.
Pikiran saya pun terbang, coba saja seandainya kita peduli pada hal yang kecil saja, buang sampah kita pada tempatnya, memberi waktu buat penyebrang jalan , bukan karena takut uang melayang kena tilang apalagi dengan terpaksa dan pasang muka cemberut tapi menunggu sambil tersenyum manis,
Indah sepertinya. karena kita hidup dan berbagi dunia yang sama.
Salam.
So, stop sementara bicara politik di negeri ini. Kita bicara yang lebih sederhana....mengenai ke-peduli-an. Awalnya dr celutukan diskusi makan siang di kantor, mengenai tenggangrasa dan kepedulian sosial. Eits...kepedulian sosial? kayae pernah dengar.. So saya bertanya pada mbah Google dan muncullah ; menurut Adler 1927, "kepedulian soaial adalah kondisi alamiah spesies manusia dan perangkat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama; sikap keterhubungan dan empati bagi setiap anggota komunitas manusia" Hmmm....ok deh.
Menurut kawan saya, manusia Indonesia sangat rendah nilai kepedulian sosial nya. Lho? Kok bisa? Dia memberi contoh ketika kita menyeberang jalan, (sekalipun di lokasi penyebrangan resmi alias JPO), berapa persen pengguna jalan yang mau mengalah ? kecuali kita memprovokasi duluan dengan maju sedikit demi sedikit. Ok, saya setuju. Bagaimana jika lokasi penyebrangan dengan Traffic Light atau istilahnya Pelican Crossing, (macam yang ada di Surabaya) ? Paling juga takutny kalo ada polisi....he he bener juga.
Contoh lain, katanya berapi-api, sampai lupa dengan menu maksinya. Di traffic light, lampu kuning artinya hati-hati, yang dari jaman kita anak kecil udah tau. Tp sekarang lampu kuning berarti kita harus menekan pedal gas lebih dalam.... Mungkin karena kita sudah jd orang sibuk yang pake prinsip time is money...... Padahal bisa saja ada pejalan kaki menyeberang atau ambulance yg sedang terburu-buru berlari menyelamatkan nyawa pasien...(pengen sekalian numpang kali)
Bahkan katanya, ketidakpedulian sosial sudah menggurita, sampai-sampai ke pemerintahan. Lihat aja fasilitas umum seperti trotoar, lampu jalan, halte, banyak yang ga keurus, padahal bisa aja lubang trotoar mencelakakan, (ga mematikan sih). Minimal kecemplung di got adalah malu....belum resiko bau atau terluka. Oke deh...lagi-lagi saya setuju dengan kawan ini.
Pikiran saya pun terbang, coba saja seandainya kita peduli pada hal yang kecil saja, buang sampah kita pada tempatnya, memberi waktu buat penyebrang jalan , bukan karena takut uang melayang kena tilang apalagi dengan terpaksa dan pasang muka cemberut tapi menunggu sambil tersenyum manis,
Indah sepertinya. karena kita hidup dan berbagi dunia yang sama.
Salam.
PJKA (Pulang Jum'at Kembali Ahad)
Pernah dengar istilah PJKA alias Pulang Jumat Kembali Ahad ? Bukan berasosiasi dengan nama lama perusahaan transportasi lho. Istilah ini biasa dipakai untuk orang-orang (yang kurang bernasib baik), karena demi pekerjaan, karir atau mencari rejeki sehingga harus jauh dari rumah, akibatnya hanya bisa bertemu keluarga di akhir pekan. Termasuk saya... ha ha ha.
But, that's life.....
Setiap Jumat malam adalah perjuangan untuk menempuh perjalanan panjang pulang ke rumah menemui orang-orang tercinta. dan setiap minggu malam adalah waktu yang berat karena harus meninggalkan mereka.
Apa Untung dan Ruginya
Suatu hari Amir
tiba di kantor dengan wajah bersungut-sungut , it’s a teribble day batinnya menyuarakan terus menerus. Amir
mengeluh mengenai keributan dengan istrinya di pagi hari, anak yg berteriak
enggan sekolah dan si kecil yg menangis bahkan
ditambah jalanan yang macet. Benar-benar hari yang sial , Amir mengutuk dalam
hatinya.
Di kantor
suasana juga tak lebih baik, meja dengan setumpuk pekerjaan. Darah Amir
mendidih bahkan si OB yang tidak tahu menahu juga kena semprot, anak buah yang
belum menyelesaikan data yang Amir perlukan juga kena getahnya, sejuta sumpah
serapah memenuhi pikiran Amir. Dan puncaknya dalam meeting dengan anak buah , semua
amarah Amir pun ditumpahkan tidak ada yang selamat dari amukan Bos Amir pagi
itu.
Siang hari
telephone di meja Amir berbunyi, sebuah pesan dari Bos besar untuk menghadap di
lantai atas. Aaaargh apalagi ini….
Di ruangan si
bos besar, jantung amir berdegub, pikirannya kacau.
“Silahkan duduk”
kata si bos besar. “Kamu sudah cukup lama memimpin bagian itu” Tanya si bos.
“Apakah mereka
bahagia dipimpin oleh mu? “ bos besar melanjutkan perkataannya
Amir tak paham
maksud pembicaraan bos besar, “Maaf saya
tidak paham”, kata Amir. “
“Saya tadi
mampir di bagianmu ketika kalian meeting dan kudengar amarahmu”. Amir
tertunduk lesu habislah sudah batinnya….
“Apa hari mu
buruk?”
“Ya sangat buruk “Kata Amir
“Okay, apakah
saat ini hari anak buahmu adalah hari yang membahagiakan atau tidak? “ Kata bos
besar
Amir tercenung,
harinya memang buruk, tapi saat ini anak buahnya mengalami hal yang sama. Dia
telah membuat semuanya mengalami hari yang buruk
“Saya salah,
harusnya saya memisahkan masalah pribadi saya….” kata amir
“Sepertinya itu sulit
“.kata si bos besar.
“Lalu apa yang
harus saya lakukan? “
“Tarik nafas dan
Tersenyum…” kata si bos besar.
” Mungkin hari
ini anakbuahmu juga mengalami hari yang buruk atau mungkin juga hari yang
indah. Apakah kamu berhak merusak hari indahnya? Tentu tidak.
Atau kamu sanggup memperbaiki hari buruk mereka? Sulit bukan?”
“Setidaknya
pikirkan apakah untungnya jika kamu membagi semua amarahmu pada rekan kerjamu Atau sebaliknya apakah ruginya jika kamu tetap tersenyum dan
menyimpan hari burukmu untuk dirimu sendiri. ? Pikirkan itu Amir.”
Amir pun kembali
ke ruanggannya. Melihat pimpinannya memasuki ruangan semua anak buah terdiam,
dan mencoba menghindar, mereka semua takut terkena amarah susulannya.
Amir menatap
sekeliliingnya dan ia merasakan ketakutan anak buahnya. Ia pun menarik nafas
dalam dan tersenyum, pertama dihampirinya OB kantor dan meminta maaf, ia pun lalu
mengarahkan anak buahnya menyelesaikan pekerjaann mereka. Tidak lama suasana
semakin cair dan Amir lupa akan semua masalahnya. Menjelang pulang kantor Amir
masih melihat senyum di anak buahnya dan itu ternyata membuatnya bahagia.
Namun di dalam
perjalanan pulang pikirannya kembali dihantui masalah di rumah. Ah, tapi ia
teringat kata si bos besar, Apa ruginya jika kita tetap tersenyum untuk memberi
kebaikan bagi semua orang dan apa untungnya jika kita membagi semua keburukan dengan orang di
sekitar.
Amir pun
tersenyum , kakinya terasa ringan saat melangkah memasuki rumah.
Mencoba Sesuatu yang Baru
Jujur saya ga tau kenapa saya membuat blog ini. Saya merasa cukup katrok di dunia yang serba hi-tech (katanya). Beberapa tahun lalu saya termasuk orang dicap "aneh" karena tidak punya Facebook, menurut saya sih sah-sah aja ...toh (dalam pikiran sarkastis saya) isinya kebanyakan cerita atau malah curhat ga penting. Katanya sih bisa sebagai penyambung dengan rekan-rekan yang sudah lama tak bersua. (?) Saya ga paham urgensinya...
Tapi akhirnya saya punya juga...ha ha ha....tepatnya istri tercinta yang membuatkan. Lha kok ga konsisten? Ya, untungnya saya masih merasa gengsi untuk jadi addict dengan FB :) ...saya masih belum paham cara pakainya...pokoke asal klik aja....
Dan saya masih eneg kalo tau-tau ada notifikasi...isinya curhatan, sekalipun kadang-kadang penasaran juga sih...ha ha ha
Begitu juga nasibnya dengan hal-hal berbau medsos lainnya.....mungkin saya bukan katrok, hanya terlalu pemalu, atau terlalu sibuk dengan diri sendiri....mungkin introvert....ga tau juga sih.
Dan sekarang...saya mencoba membuat blog (?!)
Tapi its ok, waktunya mencoba sesuatu yang baru.
Salam.
Langganan:
Postingan (Atom)