Alas kaki sudah menjadi kebutuhan pokok, sudah sepantasnya dimasukkan dalam daftar bahan pokok, bahkan sepertinya para buruh sudah mendaftarkannya (termasuk standard merk) dalam list panjang mengenai standard kehidupan layak.
Setiap pagi pernahkah kita memperhatikan alas kaki orang lain? Coba deh, sambil bergelantungan di bis atau commuterline atau sambil berjalan kaki perhatikan alas kaki orang lain. Saya sudah mencobanya, hasilnya ? Apakah alas kaki menentukan kepribadian? Ga tau sih...saya lebih ingin melihat dasar logika pemilihan alas kaki oleh seseorang.
Pertama, seorang yang mayoritas bekerja di outdoor akan memilih alas kaki yang berkesan tangguh, safety shoes mungkin.
Kedua yang hanya menggunakannya untuk menyusuri koridor lantai perkantoran cenderung alas kaki yang biasa-biasa saja, dan tidak sungkan-sungkan bermerk mahal hingga angka belasan juta, toh mereka tak perlu khawatir akan tergerus atau tercemari kotoran dan debu.
Ketiga anak muda, mungkin anak kuliahan atau sekolahan, sepatu olah raga buat mereka nyaman, untuk berlari mengejar kelambatan masuk kelas dosen atau guru killer :)
Keempat pekerja di lahan basah, misal pasar yang becek (memperhalus anjuran pemerintah mengenai istilah pekerja sektor informal) lebih memilih sendal jepit, fleksibel , kuat karena terbuat dari kulit asli (?!)
Akhirnya saya sampai di kantor, mulailah rutinitas seperti biasa, setelah menyalakan laptop, menghirup kopi dan ...melepas sepatu (What ?) Ya, saya baru sadar bahwa salah satu kebiasaan saya di kantor terutama di kotak kerja saya adalah tanpa alas kaki ! Bahkan di kolong meja sudah menanti sepasang sendal jepit, sebagai pemain cadangan untuk sekedar berjalan ke sekitar.
Bahkan saya perhatikan hampir semua rekan seperti itu, kecuali untuk meeting atau bertemu klien atau menghadap bos. Kami para pekerja kantoran (entah sadar atau tidak) melakukan hal yang sama !
Mengapa? saya coba bertanya pada rekan kerja, jawaban mayoritas sensus kecil saya adalah : karena nyaman!
Nyaman? Okay, saya kembali ke logika pemilihan alas kaki tadi. dan muncullah sejumlah kesimpulan menurut pikiran dangkal saya :
Satu, saya membutuhkan sedikit kenyamanan di antara ketidaknyamanan. Maksudnya diantara tekanan pekerjaan, saya (masih) merasakan kemerdekaan di kaki.
Dua, refleksi kepribadian, bahwa saya tidak lebih berbeda dibanding rekan-rekan di sektor informal, (?!) Di antara belantara gedung dan pekerjaan di kantor yang nyaman ber ac dan berlantai mengkilap, dengan sepatu berharga diluar akal....toh saya kembali ke hakikat saya....bahwa sendal jepit adalah yang terbaik untuk kaki saya ......(ha ha ha)......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar